Kamis, 07 Mei 2020

Ramadan ke 14; Malas Menulis

Ramadan ke 14: Malas Menulis
Hari ini memang lain dari biasanya.  Saya mulai malas menulis.  Sama sekali tidak ada ide, mau menulis apa lagi ya.  Mau menulis resep masakan, ada bilang banyak tetangga yang tidak bisa makan.  Mau posting sedekah, ada uang bilang ria'.   Lalu saya putuskan hari ini tidak menulis saja.  Saya mau tidur seharian.  Apalagi sakit lambung saya sedikit mengganggu.
Setelah subuhan, saya dan Si Bungsu Abikara segera menaruh bungkusan sembako di pagar rumah kami.  Lalu membungkus paket toples Calista Otaru pesanan pelanggan.   
Semua beres. Buru-buru WA Pak Pos agar segera mengambil paketan tersebut.  
"Maaf Bu.  Sekarang kang tanggal merah.  Jadi besuk saja ya saya ambil paketannya."
Ya Allah... Kenapa ya saya bis sampai lupa, kalau hari ini ada peringatan Hari Raya Waisak.
Segera saya WA pemesan toples, yaitu Bunda Min.  Mengabarkan bahwa hari ini Pak Pos belum bisa mengambil paket, karena tanggal merah.  Untunglah beliau mengerti.  Tetapi saya merasa tidak enak.  Jika pesanan 6 paket toples itu tidak segera dikirim.  Padahal beliau kan akan menjual kembali ke orang lain.  Berfikir sejenak.  Lalu saya coba WA kurir J&T.  Namanya Hasan.  Biasa dipanggil Ojan.
"Mas, biasa ambil paket di rumah saya?" Tanya saya tanpa basa-basi.
Lama tidak dijawab, sampai saya ketiduran.
"Cling," suara HP membangunkan.
Ternyata ada balasan dari Ojan.
"Maaf Bu.  Saya sekarang bertugas megantar saja.  Sedangkan yang menjemput Muklisin.  Ini saya kasih nomer WA nya ya," balas Ojan.  Lalu dia mengirim nomer yang dimaksud.
Tanpa pikir panjang, langsung mengkopas pesan dari Ojan tadi kepada Muklasin.  Alhamdulillah... Tak butuh waktu lama.  Dia langsung membalas.
"Tapi bisanya sore ya Bu," katanya.  Saya mengiyakan saja.  Dari pada tidak ada yang sempit.  Mau ke luar juga malas.   Kan lagi stay at home.
Sambil menunggu, saya tiduran di ruang tamu.   Hanya di lantai saja, tanpa alas apapun juga.  Agar dingin, pikir saya.  
"Thet...," saya terbangun demi mendengar seseorang memencet bel di pagar rumah saya.  Ternyata Muklisin.
"Geser saja, Mas.   Pagar tidak terkunci," kata saya.  Berteriak dari dalam rumah, sambil menyiapkan uang.  Enam toples kena ongkir 68.000.  Saya serahkan uang 70.000 kepada kurir itu.  Dia membuka tas, akan mengambilkan kembalian.  Biru-buru saya bilang, "tidak usah, Mas."
"Terima kasih Bu," katanya.  Lalu dia pamit.  
"Eh, tunggu sebentar," kata saya.  Lalu masuk ke dalam rumah.  Mengambil kotak berisi sarung untuk dia.  Beberapa hari yang lalu, suami saya habis bagi-bagi sarung ke tetangga.  Masih ada bebera kebelihan.
"Ini buat kamu," kata saya.  Waktu menyerahkan sarung yang terbungkus kresek bening.
"Buat saya Bu?   Ya Allah... Terima kasih banyak ya Bu.  Barakallah... Semoga rejeki Ibu berlinpah," doanya sebelum pergi membawa 6 paket dan sarung itu.
Sebekum dia berlaku, saya melihat matanya berkaca-kaca.  Entah apa yang dipikirkannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar