Minggu, 30 Oktober 2022

Samin Surosentiko

SAMIN SUROSENTIKO
Ia di lahirkan di Plosokediren, Randublatung, Blora pada tahun 1859. Raden Kohar adalah nama kecilnya. Dalam catatan buku teles, trah bangsawan mengalir dalam darahnya dari garis ayahnya, Raden Surowijoyo yang merupakan keturunan dari Pangeran Kusumaningayu, Adipati Sumoroto, daerah Ponorogo sekarang.

Ia dibesarkan dalam pengasuhannya ayahnya di Plosokediren. Realita masa penjajahan kolonial menyadarkan dirinya akan hak-hak bangsa pribumi yang tertindas. Terutama kebijakan Kompeni atas privatisasi hutan jati dan kewajiban membayar pajak bagi masyarakat miskin.

Raden Kohar tumbuh dengan jiwa dan semangat empatis atas masyarakat sekitar. Ia melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata). Perlawanan tidak dilakukan secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap pemerintah Kolonial. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut, ia merekontruksi sebuah tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan baru yang berbeda dari kaidah-kaidah yang berlaku umum. Sebuah gerakan yang lebih bersifat sebagai pembangkangan dan perlawanan sipil terhadap pemerintah Kolonial.

Gerakan sosial Raden Kohar, yang selanjutnya bernama Samin Surosentiko ~ sebuah nama yang lebih bernafaskan jiwa rakyat kebanyakan ~, memiliki tiga unsur gerakan Saminisme. Pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung. Kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok. Dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Sartono Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.

Samin Surosentiko mengawali pergerakannya dari Klopoduwur, Banjarejo, Blora pada tahun 1890. Banyak yang tertarik atas gerakan tersebut dan dalam waktu singkat telah banyak orang menjadi pengikutnya. Saat itu pemerintah Kolonial Belanda menganggap sepi ajaran tersebut. Ajaran Samin Surosentiko hanya dianggap sebagai sebuah ajaran kebatinan atau agama baru yang berkembang di tengah rakyat jelata.

Pada 1903 residen Rembang melaporkan terdapat 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Pada 1907, pengikut SaminSurosentiko sudah berjumlah sekitar 5000 orang. Pemerintah mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.

Pada 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian 40 hari sesudah menjadi Ratu Adil itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh asistenWedanaRandublatung, Raden Pranolo. Beserta delapan pengikutnya, Samin Surosentiko dibuang ke Padang, Sumatera Barat.

Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada 1908, Wongsorejo, salah satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya di Madiun dan mengajak orang-orang desa untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Oleh pemerintah Kolonial, Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.

Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin Surosentiko di Grobogan. Puncak gerakan Samin Surosentiko terjadi pada 1914 ketika pemerintah Kolonial Belanda menaikkan pajak kepala. Para pengikut Samin menyambutnya dengan pembangkangan dan penolakan secara masif dan hal tersebut terjadi di semua wilayah penyebaran ajaran Samin Surosentiko. Para pengikut Samin Surosentiko di Purwodadi dan Balerejo, Madiun sudah tidak lagi menghormati pamong desa, polisi dan aparat pemerintahlainnya.

Dalam masa itu, di Kajen, Pati, Karsiyah, salah seorang pengikut ajaran Samin Surosentiko, tampil sebagai Pangeran Sendang Janur yang mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati, orang-orang Samin juga mengejek dan memandang para aparat desa dan polisi sebagai badut-badut belaka. Di Desa Tapelan, Ngraho, Bojonegoro, juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah Kolonial dengan tidak mau membayar pajak. Karena itu, teror dan penangkapan makin gencar dilakukan pemerintah Kolonial terhadap para pengikut Samin Surosentiko. Hingga pada akhirnya pada tahun 1930, gerakan masif para pengikut Samin Surosentiko mulai melemah dan tenggelam.

***

Melalui kawasan hutan jati dengan meniti jalan yang terawat, sampailah di dusun Karangpace, desa Klopoduwur, Banjarejo, Blora. Sebuah pendopo joglo berdiri di tengah pemukiman masyarakat. Karangpace, sebuah wilayah yang masih mendokumentasikan secara sempurna ajaran Samin Surosentiko. Keseharian mereka secara teguh masih berpegang pada serat panduan perilaku yang terdiri dari Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi dan Serat Lampahing Urip.

Dengan mempedomani kitab-kitab itulah, masyarakat Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah lakonana sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni. Keyakinan ini menekankan perlunya dua nilai utama dalam kehidupan, yakni kejujuran dan kebenaran. Inti ajaran Samin yang mengatur tata laku keseharian diabstraksikan dalam konsep Pandom Urip (Petunjuk Hidup) yang mencakup Angger-angger Pratikel (hukum tindak tanduk), Angger-angger Pangucap (hukum berbicara) dan Angger-angger Lakonana (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan).

Angger-angger Pratikel berbunyi aja dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput lan mbedog colong. Maksudnya warga dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang.

Angger-angger Pangucap berbunyi Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu. Sebuah hukum yang bermakna bahwa warga harus meletakkan pembicaraannya di antara angka lima, tujuh dan sembilan. Angka-angka tersebut hanyalah simbolik semata.Sementara yang menjadi nilai dari hukum ini adalah bahwa warga harus memelihara lisannya dari segala kata-kata yang tidak senonoh atau kata-kata yang menyakitkan orang lain yang mengakibatkan hidup manusia ini tidak sempurna.

Angger-angger Lakonana berbunyi Lakonana sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni. Sebuah hukum yang bermakna bahwa warga harus ingat pada kesabaran dan berbuat bagaikan orang mati dalam hidup.

Demikian juga di dusun Jepang, Desa Margomulyo, Bojonegoro, sekitar lima puluh kilo meter dengan menyeberangi bengawan Solo dari Klopoduwur, sebuah mozaik abadi akan kejujuran hati dan perilaku tetap terpelihara sampai kini. Dengan tubuh yang sudah sepuh, Mbah Harjo Kardi tetap nguri-nguri dan mewariskan ajaran-ajaran Samin Surosentiko kepada masyarakat sekitar.

Saminisme, kerap kali secara ironis distigmakan sebagai sikap terbelakang oleh banyak orang, namun di dalamnya terdapat sebuah mozaik abadi akan kejujuran hati dan perilaku yang atas hal ini belum tentu dimiliki oleh mereka yang kerap sinis terhadapnya. Saminisme, sebuah nasionalisme yang terpinggirkan.

Senin, 24 Oktober 2022

ISBN semakin Langka

Ketentuan baru pendaftaran ISBN bagi sebuah karya:

1. Pencantuman distributor oleh penerbit.
2. Pencantuman link publikasi oleh penerbit. Link ini adalah link produk di mana buku tersebut dipajang untuk umum di website atau marketplace penjualan resmi penerbit.
3. Surat keaslian karya oleh penulis yang ditandatangani di atas materai 10.000 oleh penulis. Form keaslian karya meliputi: (Nama Penulis, NIK, alamat, nomor telepon, judul buku). Sutar tersebut kemudian discan dan dilampirkan pada permohonan ISBN oleh penerbit. 

Ke depan, akan ada tambahan baru (sedang dipersiapkan) yaitu naskah final yang sudah dilayout akhir oleh penerbit. 

Perkembangan baru ini tentu saja membuat penerbit harus menyesuaikan layanan baik durasi waktu atau SOP dengan skema yang ada.

Untuk teman penerbit yang masih terkunci akunnya, semangat! Untuk yang masih bisa mendaftarkan, mari pelan-pelang kita ikuti ritme yang ada.

Senin, 10 Oktober 2022

Gegurita Lomba Bulan Bahasa

Geguritan Pilihan
GRIMIS ESUK
Dening: Emi Sudarwati
Esuk iki
Grimis kadya disuntak alon-alon
Angen-angen pating pencolot
Mbrubul saka jroning sacingkir kopi putih
Legi manis, mapag tekaning imajinasi
Mumpung esuk iki prei mulang
Apa kleru yen aku nyerat pangangen
Kang banjur daksampirake ing pang-pang teles
Supaya bisa nyebar tumekaning manca
Nemoni sedulur temu rina
Muncrat nglumpati kadang konang
Bukuku miber menyang Malaysia.
Baureno, 27 Juli 2017
Kapetik saka Buku Kanca Selawase
Antologi Geguritan Emi Sudarwati lan Siswa Kelas 7F SMPN 1 Baureno Taun Pelajaran 2017-2018










MONUMEN
Dening: Emi Sudarwati
Dhek wingi aku isih bisa nyawang
Ngadeg jejeg, gagah prakasa
Ing satengahe kutha
Nyapa aruh sapa wae sing liwat kana
Mesem edi, marak ati
Karya pujangga tan kena tinumbas arta
Nanging saiki
Kang mbaureksa meksa mbubrah
Monumen kuwi ndhepani bantala
Kalindhes adigunge kuwasa
Tanpa sisa
Ngilangake sejarah
Mung kanggo nyathet sejarah anyar
Saiki aku bisa nyawang monumen seje
Ngadeg jejeg, nantang kang padha mara mrene
Sapa sira, sapa ingsun
Aji mumpung
Dhuh Gusti....
Mugya tansah paring pituduh
Mring para pangemban pangembating praja
.
Baureno, 7Januari 2020
Kapetik saka Buku 20 November 2020 (20 Puisi Umi &20 Gurit Emi)



MITRA SAMIN
Dening: Emi Sudarwati
Mitraku sinebut Wong Samin
Minangka cecitraning kamardikan jati
Paring tanpa pamrih
Tan maelu timbal balik
Nadyan tansah dianggep cidra tur ala
Mitraku, ora dadi ngapa
Apa artine mahkota kanggomu?
Mitraku tak butuh kursi dampat kencana
Apa arti donya brana kanggomu?
Mitra Saminku tan butuh emas picis raja kaya
Jujur, jujur lan jujur
Kabeh kuwi kanggomu ngluwihi donya brana lan kalungguhan
Watak wantumu kadya mercusuar
Handadekake aku tansah mongkog
Lathimu kuwi minangka atimu
Tanpa ngilmu, ananging lurus laku
Nangkis prasangka
Ngugemi budaya adi luhung
Sanajan akeh kang ngendha kuna
Tebuh mring gebyaring bumi loka
Nanging mitraku
Kanggoku, sliramu mulya ing bebrayan agung
Ndonya tumekaning delahan.
Baureno, 3 September 2020
Kapetik saka Buku 20 November 2020 (20 Puisi Umi &20 Gurit Emi)