Sabtu, 03 Agustus 2024

Keluh Kesahku

 Keluh Kesahku

Karya: Emi Sudarwati 

Mas, duduklah di sampingku

Izinkan kepala ini besandar dipundakmu

Sejak pagi kutunggu hadirmu

Tuk bantu lepaskan penatku

Menjelang sore

Namun hati masih terus gelisah

Setitik asa belum juga menjadi nyata

Segenggam biji yang pernah kutebar dulu

Bahkan belum satupun bertumbuh

Mekar ya bunga mungkin sekedar fatamorgana

Tapi salahkah jika aku masih terus berharap

Impian itu menjadi nyata.

Baureno, 3 Agustus 2024

Mengikat ide

Mengikat Ide 

Karya: Emi Sudarwati 

Hampir setiap hari aku terima

Pesan whatsapp darinya

Motivasi untuk menulis sebuah karya

Sebuah puisi, apalah namanya


Namun sampai hampir batas waktu

Ide itu tak juga ketemu

Keberanian diri mengetik dengan jemariku

Jujur, berharap masih ditunggu


Suatu sore di teras rumah

Melihat bunga berwarna merah

Sebelah ide muncul sebuah 

Segera kuikat tanpa celah


Kuambil pena bercinta hitam

Mulai menulis hingga malam

Walau rasa tak percaya diri menghantam

Namun kutepis dengan tajam.

Bojonegoro, 4 Agustus 2024



Minggu, 21 Juli 2024

42 Tahun Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro, Konsisten Terbitkan Buku Bahasa Jawa

 42 Tahun Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro, Konsisten Terbitkan Buku Bahasa Jawa

Tulusno Budi Santoso21 Juli 2024 | 18:59 


Artikel ini telah tayang di BeritaJatim.com dengan judul "42 Tahun Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro, Konsisten Terbitkan Buku Bahasa Jawa", Klik untuk baca: https://beritajatim.com/42-tahun-pamarsudi-sastra-jawi-bojonegoro-konsisten-terbitkan-buku-bahasa-jawa.

        

Mau konten menarik lainnya?

Facebook: https://www.facebook.com/beritajatimnews

X: https://x.com/beritajatimcom

Instagram: https://www.instagram.com/beritajatim

YouTube: https://www.youtube.com/channel/UC2d150sTSNpNpm5TJD-Z8vg

TikTok: https://www.tiktok.com/@beritajatimtv

Sabtu, 20 Juli 2024

Ngangsu Kaweruh di Festival Samin 8, Dengan Tema Obor Sewu “Mikul Dhuwur Mendem Jero”

 

Ngangsu Kaweruh di Festival Samin 8, Dengan Tema Obor Sewu “Mikul Dhuwur Mendem Jero”

BOJONEGORO l Jejakkasustv.com – Ngangsu Kaweruh di Festival Samin ke-8 usung tema Obor Sewu “Mikul Dhuwur Mendem Jero” di Balai Budaya Dusun Jepang Desa/Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, Sabtu (20/7/2024) siang.

Tampak hadir, Bappeda Jatim, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan XI, Bappeda Bojonegoro, Pemerhati Budaya, Doktor Sugeng Wardoyo dari ISI Jogja, Eyang BEP Praktisi pendidikan anak dari Lembaga Nittramaya Magelang, Sedulur Sikep Samin Blora, Sejumlah Pemerhati Budaya, Camat Margomulyo, Kepala Desa Margomulyo serta seluruh warga/penganut ajaran Samin Surosentiko.

Generasi kelima Penerus ajaran Samin Surosentiko, Bambang Sutrisno mengungkapkan, Festival Samin ke-8 2024 mengusung tema Obor Sewu “Mikul Dhuwur Mendem Jero” karena sesuai dengan Surat Edaran Pj Bupati Bojonegoro yang mewajibkan seluruh ASN menggunakan Udeng Samin bermotif Obor Sewu setiap hari Rabu.

“Moment-nya tepat dengan edaran Pj Bupati yang mewajibkan seluruh ASN memakai Udeng Samin bermotif Obor Sewu,” ungkapnya.

Sedangkan, Mikul Dhuwur Mendem Jero dimaksudkan agar penganut ajaran Samin menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran sesepuh Samin Surosentiko. “Tanpa meninggalkan pesan leluhur yaitu perilaku jujur, sabar, trokal lan nrimo, ojo dengki, srei, dahwen Kemiren, pek-pinek barang lian. Ojo bedak-bedakne sepodo-padane urip, kabeh iki sedulure dewe. Ojo waton omong, omong sing nganggo waton, biso roso rumongso,” ungkapnya.

Selain itu, Kata Bambang, Ngangsu Kawruh Festival Samin kali ini juga. Bertujuan mengenalkan kepada masyarakat luas khususnya anak muda tentang ajaran Samin yang sesungguhnya.

“Jadi kami punya kewajiban memberikan penjelasan dan meluruskna dari pitutur leluhur kita, karena banyak bahasa Jawa ‘sanepan’ dengan nama sesepuh kita dengan anggapan negatif, agar bisa diterima,” tandasnya.

Sementara, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah XI, Endah mengatakan, pihaknya hadir memberikan dukungan festival Samin, Ngangsu Kawruh. Apalagi, kata Endah, Samin sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI).

“Hal ini membantah adanya stigma negatif dengan ajaran Samin Surosentiko, seperti apa yang disampaikan mas Bambang, tugas kita meluruskan sehingga bisa menepis stigma negatif mengenai Samin. begitu kita sampai disini, kita buktikan, ternyata tidak seperti anggapan negatif sebagian masyarakat yang belum tahu sebenarnya,” ucapnya.

Ia menegaskan, hadirnya tim Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah XI ini juga mendukung agar ada keberlanjutan dari generasi ke generasi. Menurutnya, ajaran Samin Surosentiko ini tantangannya sangat luar biasa untuk dilaksanakan.

“Lima ajaran Mbah Samin di era digital ini tantangannya sangat luar biasa untuk dikerjakan, ringan diucapkan berat dilaksanakan,” akunya.

Senada, Kepala Bappeda Jawa Timur, M Yasin sangat mengapresiasi giat Ngangsu Kawruh Festival Samin. Pihaknya bersama Bappeda Bojonegoro mendukung penuh giat ini.

“Festival Samin ini bagus, perlu kita lestarikan, apalagi ajaran Samin ini luar biasa, sangat luhur dalam rangka membangun jati diri bangsa dan masyarakat yang ingin menegakkan kebenaran, yang waktu itu dirintis eyang Samin Surosentiko,” kata Yasin.

Masih Yasin, kata dia, salah satu indikator kinerja pemerintah itu adalah bagaimana membangun harmonisasi, lanjut dia, di Jawa Timur ada istilah Jatim Harmoni, ialah membangun keserasian antara kehidupan masyarakat, budaya dan lingkungan. Menurutnya, Samin ini salah satu aset budaya yang mampu membangun harmonisasi bermasyarakat dan berbangsa.

“Kami bersama Bappeda Bojonegoro berkomitmen untuk menjadikan festival Samin ini menjadi agenda rutinnya Pemkab Bojonegoro. Nanti akan kami kawal dan kita diskusikan, apa saja yang dibutuhkan masyarakat Samin untuk pengembangan selanjutnya. Samino, Samin masih ono, Samini Samin masa kini dan nanti kita kembangkan dan tetap melestarikan ajaran Samin,” tutupnya.

Diketahui, lima pitutur luhur ajaran Samin Surosentiko diantaranya, Pertama soal “Laku jujur, sabar, trokal, lan nrimo” Artinya berprilaku baik, memiliki sifat jujur dan sabar.

Kedua, “Ojo dengki srei, dahwen kemiren, pekpinek barange liyan, artinya Tidak boleh memiliki sifat iri dengki, rasa keiinginan memiliki dan mengambil hak orang lain.

Ketiga ” Ojo mbedo mbedakno sapodo padaning urip, kabeh iku sedulure dewe” artinya Jangan membeda bedakan sesama manusia, semua adalah saudara,

Keempat ” Ojo waton omong, omong sing nganggo waton” Artinya Jangan asal bicara, namun bicaralah dengan aturan”

Dan yang kelima adalah ” Biso Roso Rumongso” Artinya Jadilah manusia yang memiliki rasa empati.

Reporter : Herry.

Jumat, 01 Maret 2024

Lawan Perundingan dengan Berani Speak up

 


Beberapa minggu terakhir dunia pendidikan Indonesia kembali dibuat gempar dengan aksi perundungan yang dilakukan oleh beberapa siswa kepada temanya.

Sontak hal itu kemudian menjadi perbincangan publik karena pelakunya adalah siswa dari sekolah intenasional dan bahkan salah satu pelaku adalah anak publik figur.

Tidak cukup sampai disitu. Peristiwa perundungan juga terjadi di salah satu pondok pesantren di Indonesia hingga mengakibatkan korban kehilangan nyawa.

Contoh kasus perundungan yang akhir-akhir ini terjadi mungkin hanya sebagian kecil dari kasus lainnya yang terjadi di lembaga pendidikan (sekolah).

Nyatanya ketika saya bercerita dengan rekan yang sesama guru, perundungan sangat masif terjadi di sekolah baik di tingkat dasar, menengah atau atas.

Indikator itu bisa dilihat dari adanya genk siswa di sekolah, tawuran atau perkelahian antar siswa dan siswa yang mengalami perundungan verbal sehingga merasa terkucil di lingkunganya bermain.

Oleh karena itu, sekolah perlu melakukan langkah-langkah antisipasi untuk melawan perundungan yang terjadi di lingkunganya.

Dari beberapa obrolan dengan rekan sejawat berikut langkah-langkah yang bisa digunakan untuk mengatasi perundungan di sekolah.

1. Melakukan Pemetaan Potensi Perundungan di Sekolah

Langkah awal yang sekolah dapat terapkan dalam mengatasi perundungan adalah dengan pemetaan potensi perundungan yang terjadi.


Senin, 06 November 2023

Idini Aku dadi Amaris

Idini Aku dadi Amaris
Dening: Emi Sudarwati
Mangsa rendheng udah grimis
Njalari ati kairis
Durung isa bali krana isih duwe janji
Mulang nulis bocah-bocah ben ketara wasis
Ngudi kawruh literasi ning kentekan mangsi
Kembang Amaris dadi seksi
Nguntapake rasaning ati
Kaya gong lumaku tinabuh
Ngalor ngidul, ngetan ngolon
Nambani ati Ketaton
Dhuh Gusti
Idini aku njilma dadi kembang Amaris
Thukul edi ing mangsa rendheng

Baureno, 5 November 2022





Menggelandang di Jamarot

Menggelandang’ di Jamarot

Oleh :  Hj Emi Sudarwati *)


‘Ratusan’ kali saya mendatangi saudara dan kerabat yang pulang haji. Tapi sama sekali tidak pernah mendengar cerita tentang ini. Seru pakai banget, menurut saya. Benar-benar belajar hidup ‘susah’. Memahami betapa beratnya kehidupan manusia yang tidak memiliki tempat tinggal.

Singkat cerita. Seharusnya rombongan kami mendapat tempat bermalam atau mabit di Mina Jadid.  Sangat jauh dari Jamarot.  Oleh karena itu, ketua rombongan memutuskan, bahwa kami pulang ke hotel saja. Karena jarak jamarot dengan hotel kami sangat dekat. Namun kewajiban mabit di Mina juga harus terlaksana. Jika tidak, maka akan kena dam (denda).  

Singkat cerita. Sesudah salat ashar, rombongan kami menuju ke Mina untuk mabit. Seperti jamaah lain, semua mengambil tempat di sekitar jamarot. Dengan harapan, waktu melempar jumroh tidak terlalu jauh. Selain itu, tempatnya dekat dengan hotel kami. Sehingga, usai melewati tengah malam, bisa langsung pulang dan tidur di hotel.

Selama dua malam mabit di Mina, tampak begitu berat. Karena kami semua benar-benar persis dengan ‘gelandangan’. Duduk dan tiduran di tepi-tepi jalan dan trotoar. Belum sampai lima menit duduk, ada suara sirine dari mobil para laskar yang mengusir kami. Suaranya sangat keras dan menakutkan.  "Thoriq... thoriq... ya haji... pergi... pergi...."

Kami berhamburan seperti gelandangan dan pedangan asongan yang kena razia satpol PP. Mencari tempat lain untuk sekedar duduk dan tiduran. Ya... masih saja di trotoar pinggir jalan.  

Saya sempat berfikir, apakah ini gambaran perjuangan Nabi Muhammad dahulu kala. Selalu dikejar-kejar dan diusir saat beribadah. Entahlah.... tapi ini adalah sekolah kehidupan. Banyak pelajaran penting yang bisa kita petik dari sana. Terutama tentang kepedulian terhadap sesama. Saat kami capek berlari mondar-mandir, tiba-tiba ada seseirang yang memberi kami sekotak makanan. Tentu saja menu ala Arab Saudi, nasi kebuli. Wao... rasanya aneh banget. Tapi karena lapar, makanan-makanan itu habis juga.

Dua malam kami pontang-panting hanya untuk sekedar mencari tempat duduk dan beristirahat hingga lewat tengah malam. Namun karena semua kami lakukan bersama banyak orang, rasanya benar-benar mantap. Oh... inilah nikmatnya berhaji. Bisa merasakan derita sesama. 

Bersama KBIH Masyarakat Madani kita bisa beribadah secara mandiri. Terimakasih atas semua pengalaman berharga ini. Matur nuwun kawan kawan, matur nuwun Pak Kosim dan para pembimbing semuanya. Mohon maaf atas semua khilaf.

Semoga mabrur. Aamiin....

Semoga kita selalu sehat.

*) Jamaah haji Madani 2018

Pernah terbit September 2018